Maza.
Putri pertamaku yang usianya kini menginjak empat tahun enam bulan. Sejak awal
kelahirannya, aku banyak belajar tentang bagaimana menjadi ibu yang terbaik
untuknya. Maklum, aku hidup merantau, jauh dari orang tua dan saudara. Jadi,
segala sesuatu yang aku jalani, masih berupa trial and error. Mencoba-coba dengan guru berupa nasehat dari orang
yang lebih berpengalaman, panduan buku-buku dan fasilitas internet. Dan,
segalanya memang tidak mudah.
Di
awal-awal kelahirannya, aku belajar cara memandikan bayi, mengganti popok,
menyusui yang baik, dan segala hal yang memang harus dipelajari oleh seorang
ibu muda. Dan, aku menyukai segala proses yang sungguh alamiah, belajar dari
kesalahan untuk menjadi lebih baik.
Seiring
usianya, aku selalu berusaha memberikan totalitas waktu terbaik untuk Maza. Aku
usahakan untuk melakukan berbagai stimulasi sesuai tahap perkembangannya
menurut teori-teori parenting yang
banyak disajikan di berbagai media. Dan, hasilnya ? Maza tumbuh menjadi anak
yang percaya diri, periang, dan supel dalam pergaulan. Bahkan, kadang kala aku
merasa kalah saing dengan Maza. Seperti contohnya, saat bertemu orang baru,
bagaimana ia bisa cepat beradaptasi hanya dengan satu kalimat pembuka, “namanya,
siapa?”, lalu ia akan terus mengungkapkan jalinan kata-kata yang ia susun
sendiri. Walau terkadang berbelit-belit, namun, sungguh, itu adalah hal
terindah bagiku.
Maza
memiliki banyak teman karena kemampuannya
yang cepat beradaptasi. Tidak jarang, ia mengajak temannya bermain ke
rumah, atau aku sendiri yang mengajak mereka ke rumah agar lebih mudah
mengawasi. Memang, di awal-awal pembelajarannya untuk bersosialisasi ( sekitar
usia dua tahun ) di sela permainan, Maza dan teman-temannya bisa tertawa
bersama, namun, selang lima menit saja, biasanya salah satu ada yang menangis. Tapi,
semakin bertambah usianya, kemungkinan seperti itu bisa terminimalisir. Karena
mereka, anak-anak balita, semakin mampu memainkan perannya dalam menghadapi
karakter lawannya. Meski ada sedikit gesekan, tapi tidak sesering dulu karena
pengalaman mereka semakin kompleks.
Beberapa
hal yang kerap aku perhatikan saat mereka berkumpul adalah mengamati kebiasaan
baik yang memang dimiliki balita. Yang dengan kepolosannya, justru memberikan
banyak pesan positif yang mereka sampaikan. Aku amati tingkah lucu Maza saat
menemukan barang di jalan, mengamati sikap empati mereka ketika melihat
pengemis lusuh, ditambah sikap legowo mereka, mudah untuk memaafkan jika
bertengkar. Hal tersebut merupakan pelajaran tambahan buatku menjadi seorang
ibu, agar bisa lebih sabar mendidiknya, lebih mudah memaafkan, dan lebih santun
terhadap sesama.
Maza
menjadi laboratoriumku dalam meneliti segala hal. Mulai dari aktifitas
kesendiriannya, tentang apa saja yang ia lakukan. Juga saat ia bersama
teman-temannya, aktifitas apa yang membuat dia betah bermain bersama. Tidak
jarang, karena begitu tertariknya aku dengan kegiatannya, aku ikut terjun,
seakan-akan aku kembali menyelami masa anak-anak, menikmati segala permainan
bersamanya.
Dari
berbagai cerita yang terekam dalam memoriku saat bersama Maza dan
kawan-kawannya, aku mulai berfikir untuk membuat sebuah buku yang bertemakan
persahabatan balita. Aku ingin meracik cerita tersebut menjadi lebih menarik
dan cocok untuk anak-anak seusia mereka.
Saat
menuliskannya, aku membayangkan Maza sebagai tokoh utama, dan menghadirkan
teman-temannya dalam imajinasiku. Dan, aku turut meluapkan emosiku dalam
tulisan tersebut sambil membayangkan diriku tengah bermain bersama mereka. Setelah
selesai, kutambahkan beberapa kegiatan pembelajaran untuk disisipi dalam cerita
tersebut. Dan, untuk hal ini Maza pula yang kujadikan referensi, tentang
kegiatan pembelajaran apa yang dia sukai.
Naskah
sudah matang, lalu aku ajukan pada sebuah penerbit. Pertama, ditolak. Bukan
karena ceritaku tidak menarik, namun,
lebih karena pengemasan cerita model seperti itu sudah pernah terbit di
penerbit tersebut. Tapi, aku tidak putus asa, aku kirimkan ke penerbit lain
dengan sedikit perubahan, dan alhamdulillah naskahku diterima. Kini sedang
dalam proses ilustrasi. Kelak, saat buku tersebut sudah terbit, aku akan
mendedikasikannya untuk Maza.
Ya,
karena Maza adalah inspirasiku yang tak pernah lekang oleh waktu. Semakin aku
terlibat dalam kehidupannya, semakin banyak hikmah yang tak bisa terbendung,
dan harus segera dikeluarkan untuk dibagikan. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yang copas tulisan di blog saya, mohon sertakan link ya....thx...