Kehidupan adalah sepenggal kisah atau drama yang penuh dengan warna. Seperti pelangi yang memendarkan berbagai macam warna, yang kita kenal dengan MEJIKUHIBIU. Merah, jingga, kuning, hijau, biru. Jika tidak ada perbedaan, tidaklah pantas pelangi disebut indah. Dan seperti itulah kehidupan. Indah, berliku dan berputar. Dikatakan indah, karena hidup memang indah, melenakan namun patut disyukuri. Dikatakan berliku, karena setiap manusia memiliki jalannya masing-masing. Berputar, karena memang itulah garis yang harus dilalui.
Senang atau susah, kaya atau miskin, setiap orang pasti pernah merasakan dan itulah sunatullah yang harus dijalani. Mungkin saat ini kita masih bisa menikmati kehidupan kita dengan bahagia, bersama anak-anak, suami tercinta, tanpa terfikirkan adanya derita saudara-saudara kita yang tertimpa bencana gempa, banjir, tanah longsor, dan lain-lain.
Namun dilain waktu, dapatkah kita menjamin hal yang sebaliknya tidak menimpa diri kita? menguji kita, entah karena bencana atau hal lain yang menguras semua tenaga dan fikiran kita. Itulah ujian, yang akan menjadi tolak ukur sejauh mana kapasitas kita sebagai seprang hamba, dan menguji kita, apakah kita bisa mengambil hikmah dan peluang atas apa yang menimpa diri kita. Dan apakah kita bisa meyakinkan diri kita bahwa kita lolos ujian ataukah akan menjalani remidi lagi dilain waktu dengan ujian yang sama pula? Waktulah yang akan menjawab semuanya, memberi jalan kepada kita untuk menghayati peran kita sebagai manusia dan memberikan kita kesempatan untuk memanfaatkan setiap peluang yang terjadi dalam kondisi apapun, apakah kita bisa bangkit kembali menghadapi ujian demi ujian atau malah membuat kita semakin terpuruk?
Rasulullah bersabda : Allah menguji hamba Nya dengan menimpakan musibah,sebagaimana menguji kemurnian emas dengan api. Ada yang keluar emas murni, itulah yang dilindung Allah dsari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu ( mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang keluar seperti emas hitam dan itu yang ditimpa fitnah ( musibah). (HR.Thabrani)
Wanita dan problematikanya
Dalam kehidupan kita sehari-hari, wanita juga mengalami yang dinamakan ujian, meski kadang ada ujian yang dianggap sepele, namun bisa menaikkan derajat diri kita. Masalah pilihan aktivitas dan kerja juga bisa menjadi masalah tersendiri bagi wanita. Hidup memang sebuah pilihan dan kaum wanita berhak memilih jalan hidup masing-masing dalam menggapai mimpinya. Meski tidak bisa dipungkiri, terkadang pilihan tersebut masih tersangkut dengan fenomena sosial yang terjadi yaitu masalah bias gender, yang sampai saat ini masih menjadi sorotan utama. Terkadang fikiran kita berusaha mematahkan opini yang berkembang dalam masyarakat, tentang pemberdayan dan peranan wanita. Adanya opini bahkan sudah menjadi brand image tentang wanita yang hanya memiliki aktivitas didalam rumah. Hanya mengurus anak, melayani suami, tidak bekerja / berpenghasilan, dianggap tidak memiliki bargaining position.
Anggapan masyarakat umum, wanita yang bekerja dan berpenghasilan, memiliki daya tawar lebih tinggi karena mereka bisa membantu perekonomian rumahtangga, bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Wanita yang ‘tidak ngantor’ dianggap wanita yang tidak pandai dan tidak capable. Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi, menyebut wanita seperti itu sebagai “pengangguran”, meski dalam realitanya mereka memiliki penghasilan lain, bahkan bisa melebihi penghasilan suami yang “ngantor”.
Dalam keseharian juga sering kita jumpai orang yang notabenenya berpendidikan tinggi, punya skill, berwawasan luas, masih saja memiliki mainstream negatif terhadap wanita yang bukan “pekerja kantoran”. Dianggap kuno, terkekang, tidak diberi kebebasan suami, tidak memiliki kapabilitas yang cukup, dan lain-lain, yang intinya “meremehkan”.
Sayangnya, melihat realitas tersebut, banyak sekali para muslimah yang mungkin resah dikarenakan justifikasi tersebut. Akhirnya banyak pula muslimah yang ingin dianggap berdaya atau apalah namanya, seakan mencari cara untuk beraktivitas diluar rumah, mencari kesibukan yang sebenarnya hanya diada-adakan, demi sebuah alibi yang menunjukkan “aku bisa !”.
Ironis sekali melihat kondisi semacam itu, meski tidak semua berfikiran seperti itu, namun kita masih menemukan hal-hal tersebut dimasyarakat. Terutama masyarakat yang memiliki perkembangan perekonomian budaya yang sarat akan nilai konsumtif dan materialis.
Berangkat dari kondisi tersebut, kita yang tahu dan memiliki peran sebagai wanita muslimah turut sedih dan menyayangkan statement tersebut. Bila kita kembali pada sebuah pepatah yang mengatakan “hidup adalah pilihan”, tentu kita akan bisa lebih santai menyikapi kondisi tersebut. Bahkan bisa memacu diri kita untuk bisa lebih produktif dimanapun kita berdiri, dimanapun kita memilih. Sah-sah saja kita memilih menjadi wanita publik, wanita domestik, atau wanita publik domestik, dengan segala kesiapan konsekuensi dan kemantapan untuk menjalankan tanggungjawab tersebut sesuai dengan pilihan kita. Tak bijak jika memberikan konotasi negatif pada wanita yang lebih memilih rumah sebagai basis pemberdayaan, pengembangan potensi dan kemampuannya. Karena kita semua tahu, bahwa wanita juga memiliki peranan besar dalam kehidupan ini. Baik sebagai istri, ibu, pemimpin, juru dakwah juga sebagai bagian dari masyarakat. Dan itu semua dibutuhkan kemampuan dan kreativitas yang tidak mudah dijalani.
Menjadi apapun wanita, tetaplah memiliki andil bagi keberlangsungan kehidupan ini, setidaknya dalam lingkup terkecil sekalipun, yaitu keluarga. Bukankan ada sebuah pepatah mengatakan ‘wanita adalah tiang negara’, seberapa kuat tiang tersebut menyangga sebuah peradaban dunia, bisa dilihat sejauhmana peran wanita dalam membentuk dan mendidik generasi berikutnya.
Berbahagialah para wanita yang merasa bahagia karena ikhlas menjalani perannya sebagai apapun dan dengan kondisi apapun. Sungguh beruntunglah wanita yang bisa menjadi perkasa “tanpa mengeluh” terhadap apa yang dipilihnya. Dan sangat istimewa wanita yang bisa memanfaatkan segala kekuatan dan keterbatasannya untuk menciptakan suatu karya dalam kehidupannya. Dan sungguh berbahagialah wanita yang bisa menjalankan perannya tanpa melupakan kodratnya sebagai perempuan sejati.
Karenanya, wanita harus memiliki keteguhan hati, harus berdaya dengan pilihan hidup yang akan diambil. Karena dari situlah wanita bisa menyokong kelangsungan kehidupan diri dan lingkungan sekitarnya. Sejarah juga mencatat begitu banyak peran wanita yang juga punya andil bagi kemajuan dunia dan bangsa indonesia ini pada khususnya. Meski posisi mereka didiskreditkan tetapi potensi mereka luar biasa. Dari diri dan tangan merekalah generasi baru terlahir. Baik buruknya suatu peradaban, tergantung dari baik buruknya kapasitas diri wanita tersebut.
Mari kita berlomba untuk menuju kualitas diri yang lebih baik ditengah tuntutan hidup yang begitu banyaknya. Sehingga ketika kita menghadap pada Sang Khalik, ada pembelajaran positif yang kita tinggalkan pada generasi berikutnya dan tentunya akan menjadi kebanggaan bagi anak cucu kita kelak dari segala karya, perilaku dan pemikiran kita. Wallahu a’lam.
* Menjadi renungan bagi diri sendiri menuju 2010, JAYA! dan mungkin berguna bagi teman-teman semua.
Solo, Desember 2009,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yang copas tulisan di blog saya, mohon sertakan link ya....thx...