Kisah ini saya tuliskan bukan dalam rangka mengumbar aib siapapun dan tidak ada tujuan berlebihan, kecuali hanya untuk bertafakur, bahwa sesungguhnya segala kejadian di muka bumi ini hanya dengan izin Nya. Kun Fayakun. Dan semakin menyadarkan kita bahwa segala hal yang kita lakukan tidak pernah terlepas dari skenario pemilik jiwa, Rabb semesta alam.
Saya bercerita dengan menggunakan pov orang pertama dan hanya cerita singkat saja, mudah-mudahan bisa dijadikan bahan renungan untuk diri kita masing-masing.
************
Aku seorang ibu
rumah tangga yang memiliki suami yang berusia 10 tahun lebih tua dariku. Suamiku adalah orang yang bertangan dingin pada bisnis yang digelutinya, di bidang property
dan pemilik hotel.
Dulu, ketika awal bertemu dengannya, suamiku memiliki keyakinan
agama yang berbeda denganku. Demi menikahiku, ia mengikuti agama yang ku
anut, bahkan kami pun menikah di rumah Allah, Mekah. Tapi, bukan jaminan bahwa
melaksanakan pernikahan disana akan terbebas dari prahara rumah tangga.
Setelah
2 tahun kami menikah, suamiku kembali lagi ke agamanya semula karena pengaruh
keluarganya yang begitu besar. Jujur saja, kala itu aku sangat terpukul. Walau aku
rajin melakukan sholat, tetapi saat itu pemahaman agama ku masih pun masih
minim, bahkan aku tidak tahu bahwa pernikahan berbeda agama itu termasuk
perbuatan zina.
Semakin bertambahnya usia, dan banyaknya kebimbangan yang aku rasakan dalam hidup, aku mulai intens belajar agama dan sejak itu aku
tahu tentang perihal zina tersebut, bahkan aku sempat berfikir untuk cerai.
Dalam terpaan badai kehidupan di berbagai sisi, aku menjalani hari-hari masih seperti biasa, hanya aku
memang lebih banyak berdoa agar Allah memberikan aku kesabaran, juga memberikan
hidayah pada suamiku.
Di saat yang sama aku tahu bahwa suami mulai
melakukan penyimpangan dalam mengelola usahanya. Hotel yang biasanya ‘bersih’
dari masalah esek-esek, sedikit demi sedikit mulai tercemari karena tergiur
laba yang lebih besar, apalagi saat itu kondisi keimanan suamiku dalam taraf
yang memprihatinkan.
Entah karena doaku, atau karena kasih sayang-Nya, Allah
menghadirkan tamu seorang ustadz ke hotel tersebut. Dan ustadz itu kebetulan melihat
wanita-wanita ‘nakal’ berlalu lalang bersama pasangannya.
Saat itu juga, sang
ustadz berkata “Siapa pemilik hotel ini ?”
Ditunjukkan lah ke arah suami ku
yang kebetulan berada di situ. “Pak, apa anda tidak kasihan istri dan anak anda
makan makanan dari neraka?” suamiku terbengong-bengong mendengar penuturan
ustadz yang sudah berlalu dari nya.
Ia pun berfikir keras mencerna maksudnya.
Sesampainya di rumah, ia tampak kusut, seperti kebingungan. Tak ada angin tak
ada hujan , ia memintaku untuk memanggil seorang ustadz. Aku bergegas mencari
nomor telepon ustadz yang aku kenal, dan membiarkan suamiku berbicara padanya.
Setelah pembicaraan itu, selang beberapa jam, ustadz itu pun tiba di rumah,
janjian rupanya.
Dan apa yang terjadi ? Subhanallah,
suamiku kembali mengucap dua kalimat syahadat di hadapanku dan ustadz
tersebut. Aku sampai tersungkur sujud melihat peristiwa itu, bersyukur atas
karunia ini. Lalu ia ceritakan semua
pengalaman di hotel itu, juga penjelasan tentang makna kalimat penggalan sang
ustadz yang membuatnya syok(At-Tahrim:6).
Esoknya, aku dan suami pun menikah
ulang di depan penghulu dan saksi-saksi, alhamdulillah.
Subhanalloh...
BalasHapussalam kenal bunda :)
BalasHapus