Jujur, saya sempat kecewa beberapa kali dengan orang-orang
yang kerap kali mengucapkan kata “ insya Allah” namun akhirnya tidak jadi
melaksanakan apa yang telah dijanjikan atau dikatakannya.
Namun, ketika rasa
kecewa itu muncul, selalu saya flash back dengan peristiwa diri saya sendiri di
masa lalu. Sejak dulu, banyak orang terbiasa mengucpkan kata “ insya Allah”
yang justru semakin menunjukkan keenganannya untuk memenuhi janji, undangan
atau hal – hal lain yang bertujuan mengajak seseorang.
Dan, kata manis tersebut
juga begitu ringan terlontar dari mulut saya, tanpa tahu makna dan
konsekuensinya.
Namun, setelah saya mengetahuinya saat duduk di bangku sekolah
menengah atas, saya menjadi lebih berhati-hati dalam menggunakannya. Jika memang
ada kemungkinan saya tidak bisa hadir dalam suatu undangan atau ajakan, saya
lebih enak mengatakan, “ lihat kondisi nanti ya, karena bla bla bla” atau langsung
saya katakan bisa atau tidak bisa disertai dengan alasan tentunya jika itu
adalah sebuah penolakan.
Kenapa ?
Karena sejak tahu bahwa konsekuensi kata “
insya Allah” itu sangat berat, saya menjadi sangat takut mengatakannya. Bahkan
bisa dibilang, 99,9 % menjadi hal yang wajib untuk ditunaikan, kecuali bila
memang benar-benar terhalang oleh sesuatu yang memang Allah menakdirkannya,
contoh, kecelakaan, sakit mendadak, hujan deras, badai, dan hal-hal yang memang
tidak memungkinkan untuk mengusahakan janji atau kedatangannya.
Sebenarnya, apa sih makna insya Allah ? Dan bagaimana
asbabun nuzulnya ? Kapan-kapan disambung lagi ya….:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yang copas tulisan di blog saya, mohon sertakan link ya....thx...