Selasa, 20 November 2012
Menjadi Bunda Digital Dari Rumah
Manajer Rumah Tangga yang Sok Sibuk
“Bunda…aku mau makan, ya? Aku mau minta ini ! Tolong ambilin itu, Bunda !”
Ya, saya adalah seorang ibu dari seorang putri yang cantik, yang kini sedang berada dalam masa-masa keemasan di lima tahun pertama usianya. Saya dan suami memang telah bersepakat untuk mengurus buah hati dengan tangan kami sendiri, terutama saya, ibunya. Konsekuensi dari kesepakatan itu adalah saya harus mengesampingkan ego saya sebagai seorang wanita yang terbiasa mencari nafkah sendiri sebelum menikah. Saya harus berhenti bekerja, dan fokus mengurus anak saya. Jika ada teman yang bertanya tentang aktifitas saya, dengan lugas saya berkata, saya adalah manajer rumah tangga.
Dulu, diawal-awal masa kelahiran Maza, sangat mudah bagi saya untuk tetap terus berada di rumah, meladeni kebutuhan Maza dan suami. Jikalau bosan, saya lebih memilih mengajak suami berjalan-jalan, membeli buku-buku bacaan, dan membaca dengan cepat sampai habis, juga bermain game di komputer.
Namun, hari terus berjalan. Hingga tiba waktunya, saat Maza berusia hampir satu tahun, rasa jenuh mencapai puncaknya, penat, dan segala perasaan lainnya mulai menghantui hari-hari saya, seakan tidak menyisakan sedikit pun ruang buat saya untuk memulai sesuatu yang baru, karena rutinitas rumah tangga yang terlalu monoton. Saya sempat menangis, berkeluh kesah pada suami atas kondisi yang sedang saya alami. Suami memahami kondisi saya. Dan, tanpa perintah dari saya, suami berinisiatif membelikan saya sebuah hand phone yang bisa digunakan sebagai modem. Oh, ya, saat itu, biaya sewa jaringan internet tergolong masih mahal. Harga modem pun masih menjulang tinggi. Jadi, untuk menyiasatinya, cukuplah handphone tersebut menjadi penghibur hati buat saya.
Sebelumnya, saya memang sudah bisa mengoperasikan komputer dan beberapa jenis gadget yang tergolong high end, jadi dengan adanya fasilitas modem yang baru tersebut, tidak begitu menyulitkan saya untuk bisa mengoperasikan. Standarnya, asal memiliki kemampuan bahasa inggris pasif saja, pasti bisa, karena memang sebagian besar perangkat teknologi menggunakan bahasa inggris dalam setiap panduannya.
Saat itu, sekitar tahun 2008, saat media social facebook mulai booming, saat saya masih merasa asing untuk menggunakan media tersebut, suami saya lah yang menjadi dewa penolong buat saya. Dibuatkannya saya sebuah akun di facebook. Namun, dengan berbagai kesibukan saya sebagai manajer rumah tangga dengan anak yang masih kecil, rasanya facebook menjadi barang langka yang sulit sekali saya sentuh. Akun yang saya miliki pun ngendon selama lebih dari setahun.
Kangen Teman Kuliah
“ Yah, saya kangen sekali dengan teman-teman kuliah. Rasanya harus beli handphone yang lebih keren, deh, buat FB-an lewat situ” suami mengangguk setuju, memersilakan saya untuk memutuskan sendiri gadget yang akan dibeli, dengan menyesuaikan kebutuhan dan budget yang saya miliki.
Saat itu pilihan saya jatuh pada handphone yang di-bundling dengan salah satu operator. HP yang memiliki fitur lengkap, harga terjangkau, dan dapat fasilitas internetan seumur hidup. Nah, itu yang saya cari. Internetan seumur hidup, marem, kan ?
Saya gunakan fasilitas tersebut dengan suka cita. Yang pertama kali saya tuju adalah FB. Saya pelajari setiap tampilan menu, fitur, aplikasi yang terdapat di sana. Saya mengutak-atiknya dengan seksama. Trial and error. Mencoba ini, dan berhasil, atau mencoba itu dengan tidak sabaran (jaringan lemot), akhirnya nge-hang.
Menjadi Ibu Yang Melek Teknologi
Kalau kata orang menjadi seorang Ibu rumah tangga itu bukanlah pekerjaan yang prestise. Namun, semakin hari saya semakin menikmatinya. Masa adaptasi saya telah berakhir. Buat saya, menjadi ibu penuh waktu adalah sebuah kebahagiaan. Dengan kebahagiaan itu, saya tidak pernah sedikit pun berniat untuk berhenti meng-upgrade kualitas saya dalam hal apapun. Terutama masalah teknologi. Karena saya sadar, jadi ibu melek teknologi merupakan keunggulan tersendiri. Lewat hal tersebut, saya akan bisa mengetahui banyak hal yang memudahkan pekerjaan saya. Contohnya, saat saya kangen dengan teman, saya bisa langsung mengakses komputer, menyalakan modem, dan mulai berinteraksi dengan teman-teman lama saya. Saat saya butuh resep-resep masakan yang unik dan belum pernah saya buat, saya tinggal menjelajah di dunia maya dengan leluasa. Dan, saat anak saya sakit, saya tidak terlalu panik, dengan buru-buru ke dokter. Saya bisa mencari tahu dulu di internet, apa penyebab penyakit tersebut, bagaimana cara penanganannya. Dan hal-hal menarik lainnya yang bisa saya pelajari dengan kecanggihan teknologi.
Bahkan, dengan kemampuan saya yang terus menerus saya tingkatkan ini, tidak sedikit orang ( terutama ibu-ibu, baik yang bekerja atau tidak ) yang meminta saya untuk mengajari bagaimana cara memanfaatkan teknologi komputer dan internet ini.
Kadang saya malah berfikir, jika seandainya saya tidak menguasai perangkat-perangkat tersebut. Mungkin yang terjadi adalah, saya akan banyak menghabiskan waktu dengan hal-hal yang kurang bermanfaat dan tidak produktif.
Memulai Bisnis Online
Saat Maza sudah mulai bersekolah dan lebih mandiri, di usianya yang hampir tiga tahun, bersamaan pula dengan kebutuhan untuk pemenuhan ego saya semakin tinggi. Salah satunya adalah ego untuk menghasilkan uang dari jerih payah sendiri, yang tentunya tidak mengesampingkan hak yang berada dalam tanggungan saya (anak). Saya mulai berfikir untuk bekerja dari rumah. Memroduktifkan diri, baik dari segi kemampuan dan kemanfaatan. Saya terfikir untuk memulai berbisnis tanpa menggunakan modal besar, bahkan kalau bisa, tanpa modal, hehe. Ya, saya ingin membuktikan, bahwa bisnis tanpa modal itu bisa ! Ya, modalnya tetap ada sih, yaitu laptop dan modem yang disediakan suami demi mengisi hari-hari saya agar lebih ceria.
Saya pertimbangkan produk-produk yang akan saya jual. Hingga akhirnya, pilihan bisnis saya jatuh pada produk edukasi anak. Fikir saya, anak adalah kebanggaan orang tua. Dan, segala hal apa pun akan orang tua lakukan demi anak, termasuk menjadikan anak tersebut cerdas, kreatif dan hal positif lainnya. Karena sebab tersebut, tidak jarang orang tua memaksakan diri untuk membelikan anaknya ini dan itu untuk memenuhi ambisi pribadinya.
Produk sudah dapat, segmen pasar yang akan saya tembak juga sudah ada dalam bayangan saya. Dan, yang belum saya tahu adalah bagaimana cara menggunakan media social untuk berbisnis. Saya menggunakan facebook sebagai media iklan saya. Selain gratis, teman-teman yang tergabung dalam facebook juga banyak yang saya kenal. Jadi, bisa meminimalisir penipuan dalam transaksi jual beli online. Jujur saja, sebagai seorang pemula, saya masih belum berani menanggung kerugian jika sewaktu-waktu saya tertipu.
Tanpa malu-malu, dan penuh rasa percaya diri, saya pelajari hal tersebut dari teman yang sudah memulai bisnis lebih dulu. Saya bertanya padanya melalui fasilitas chatting, walau pun orang tersebut tidak pernah saya kenal sebelumnya. Dengan sikap yang sopan dan santun, mereka pun mau mengajari saya bagaimana cara membuat album foto, memasukkan foto di sana, bagaimana cara mengenalkan produk kita pada orang lain. Dan, lewat pembelajaran singkat itu, saya perdalam lagi dengan membuat akun baru, demi melihat respon iklan saya di akun yang lain. Saat menggunakan media ini, saya memulai dengan mengganti nama akun yang saya miliki, dari yang sebelumnya Bunda Maza, menjadi nama asli saya sendiri, agar teman-teman yang ada dalam daftar pertemanan mengerti bahwa saya menjual suatu produk.
Ini produk edukasi awal yang saya jual.
Media Iklan Paling Efektif
Perjalanan bisnis belum ada peningkatan, belum menunjukan kemajuan yang berarti. Satu sampai lima orang saja dalam sebulan yang yang tertarik dengan produk saya. Sebatas tertarik, belum tentu membeli. Saya mulai kembali menjelajahi berbagai artikel, buku-buku yang berhubungan dengan kemajuan bisnis. Dan, semakin saya mengenal internet, maka makin kaya pula pengalaman untuk memperluas iklan bisnis. Saya mencoba dari beberapa website khusus untuk iklan gratis. Dan hasilnya, kurang memuaskan. Wajar saja, namanya juga gratis, tentu saja penayangan yang dilakukan media tersebut tidak intensif. Mau mencoba yang berbayar, saya masih enggan, selain saya tidak berani mengeluarkan modal, pendapatan dari bisnis saya juga belum mencukupi untuk membayar iklan tersebut. Saya pun kembali memasuki dunia FB untuk menggalinya lebih detail lagi.
Fokus
Saran dari suami, saat saya mulai jenuh dengan bisnis yang belum bisa menghasilkan. Bahwa, hal sekecil apa pun yang kita lakukan, asal kita fokuskan, maka hasilnya akan terlihat sedikit demi sedikit. Dan, prinsip tersebut lah yang saya pegang hingga kini.
Dulu, saya selalu berusaha menandai akun teman dengan produk yang saya jual. Nyatanya, banyak teman yang tidak nyaman, kesal, dan berbagai respon lainnya, hingga mereka memutuskan pertemanan dengan saya. Saat itu pula saya menghentikan aktifitas bisnis di FB. Saya merenung, untuk apa pula dagangan saya laris jika silaturahim dengan teman-teman menjadi terganggu ?
Saya kumpulkan data, menganalisa masalah, dan akhirnya, saya menemukan satu titik kesimpulan. Bahwa, selain fokus, juga butuh adanya komunikasi dua arah antara pembeli dan penjual. Komunikasi yang hangat, yang tidak ‘ujug-ujug’ hanya menawarkan dagangan. Lebih pada komunikasi yang hidup dan ramah. Saya berikan komentar pada status-status teman, demi sebuah pertemanan yang akrab. Jika seseorang merasa sudah akrab, akan sangat mudah mereka memercayai kita, dan akhirnya, melariskan produk kita. Namun, sungguh, kebutuhan untuk berteman jauh lebih besar dari pada sekedar menjual produk. Jadi, saya usahakan untuk tetap menjaga tali persaudaraan yang telah terjalin.
Selain melalui komentar di status, saya juga melakukannya melalui chatting (mencari yang sedang online), lalu saya sapa mereka, tanyakan kabar, berbicara ngalor ngidul, hingga akhirnya saya temukan satu celah untuk memberikan penawaran produk jualan saya.
Saya juga mengikuti berbagai macam grup, mulai dari grup sesame pebisnis online, grup satu profesi, grup hobi, dan yang lain. Dari situ saya menambah jaringan silaturahim. Ketika jalinan tersebut sampai pada tahap memahami, maka dengan mudah pula saya bisa menawarkan produk-produk yang saya jual. Memang tidak semuanya berjalan mulus, ada kalanya ditolak, diabaikan. Tapi, itu hal yang wajar dalam jual beli. Semakin banyak interaksi saya dengan mereka, semakin paham pula bagaimana saya memerlakukan pembeli dengan baik.
Hasil dari FB Diluar Dugaan
Saya mulai menambah produk yang masih berkaitan dengan dunia edukasi anak. Saya mendapatkan kesempatan langka untuk memulai memasarkan sebuah produk yang unik. Puzzle foto. Foto yang telah di desain, kemudian dijadikan puzzle. Bahan yang digunakan pun tidak pasaran, yaitu kayu partikel dengan kualitas bagus. Gambar puzzle juga kualitas glossy yang sudah terlaminasi. Saya lihat produk tersebut cukup bagus, dan produsennya juga masih teman saya. Jadi, saya mengikat kerjasama dengannya, tanpa modal. Caranya, pembeli memberikan fotonya pada saya, lalu saya desain, dan setelah itu saya kirim ke teman tersebut untuk di produksi.
Saya buat album gambar pesanan puzzle untuk ditunjukkan pada pembeli, saya masukkan beberapa contoh yang sudah jadi. Respon dari teman-teman saya bagus. Dan pembeli terus berdatangan, bahkan rutin hampir setiap hari ada yang membeli.
Untuk proses pembayaran, awalnya, saya meminta pembeli membayar setelah puzzle tersebut selesai dibuat. Namun, beberapa kendala hadir, diantaranya, pembeli membatalkan pesanannya saat sudah masuk produksi. Dan, tentu saja resiko itu saya yang menaggung. Dan, belajar dari hal tersebut, saya ubah polanya menjadi pembayaran dilakukan setelah desain fix. itu cara terbaik untuk meminimalisir pembatalan.
Saya selalu update gambar-gambar yang belum dan sudah di desain, untuk memerlihatkan, bahwa ini, loh, bisnis saya. Semakin hari, semakin banyak gambar yang saya upload, dan semakin menaikkan penjualan online saya. Dan, tentu saja, saya butuh koneksi yang lancar jaya demi mendukung kelancaran bisnis saya. Upload gambar, butuh sekali koneksi yang baik, sehingga bisa lebih stabil, dan mengurangi resiko kegagalan. Dan, AXIS lah operator yang paling asyik untuk memperlancar bisnis online saya.
Gambar album puzzle foto.
Upload-an gambar foto yang sudah di desain
Selain puzzle, saya juga berbisnis buku anak. Intinya edukasi ke anak. Buku yang berkualitas baik, tergolong murah, dan mendidik. Dengan kekuatan segmen yang saya pegang, maka dengan sendiri orang akan memiliki pemahaman pada diri saya, bahwa saya menjual produk edukasi anak, khususnya puzzle dan buku bermutu. Maka, diharapkan, ketika mereka hendak mencari buku yang bermutu, maka mereka akan mengingat saya. Tahapan menciptakan brand bagi pebisnis pemula seperti saya.
Album jualan buku yang diminati pembeli.
Bahagianya Berpenghasilan Melalui Dunia Maya
Bicara omzet, bukan berarti harus dalam hitungan milyar, trilyun. Bicara omzet, perlu dilihat juga modal yang digunakan, biaya operasional, dan biaya-biaya lainnya. Namun, dalam kalkulasi saya menjalankan bisnis online yang di mulai tanpa modal, sudah cukup menggembirakan. Contohnya, dalam hitungan satu bulanan saya menjalankan bisnis produk edukasi anak di FB, keuntungan saya bahkan melebihi UMR di kota tempat saya tinggal. Saya bisa membuktikan, bahwa, dari rumah pun, tanpa perlu saya membanting tulang dengan ekstra keras, saya bisa mendapatkan keuntungan yang biasanya di raih oleh orang-orang pekerja kantoran dari gaji mereka. Dan, kebutuhan saya akan sebuah ego, pengakuan, telah terpenuhi.
Sambil tetap menjalankan koneksi internet, saya masih tetap bisa melakukan pekerjaan rumah, seperti mencuci piring, memasak. Bahkan, makanan yang saya buat dari hasil ‘gugling ‘ internet jauh lebih variatif dibanding sebelum saya rutin menggunakannya.
Kesimpulan dari pengalaman saya di atas, apa pun, siapa pun orangnya, profesi apa pun dia, wajib tahu teknologi. Sayang sekali jika fasilitas yang sudah ada di Indonesia ini tidak dimaksimalkan. Saya saja yang ibu rumah tangga dengan berbagai kesibukan rumahan saja bisa berpenghasilan karena melek teknologi, apalagi anda yang mungkin setiap pulang pergi selalu berpenampilan rapi, menuju gedung-gedung yang bagus, pasti bisa lebih lagi ! Kuncinya adalah terus belajar.
Dengan teknologi kita bisa semakin pintar, asal, kita tahu rambu-rambunya. Jangan sampai teknologi justru memperbudak kita untuk tidak memerdulikan dunia nyata. Dunia nyata adalah kehidupan yang harus kita jalani, sementara dunia virtual, adalah kehidupan lain kita, apakah mau digunakan atau tidak itu terserah kita. Tapi, saran saya, gunakan, lah ya..! Ibunya pintar, anaknya juga pasti pintar
Salam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yang copas tulisan di blog saya, mohon sertakan link ya....thx...