Hm, saya cukup tergelitik dengan peristiwa kemarin. Awalnya ketika seorang ibu tiba-tiba meminta maaf pada putri saya dari teras rumahnya. “Maaf ya Za, Bude tadi mengira Maza yang ambil kunci motornya Bude…” gadis kecil saya cuma menatap, innocent. Saya fikir ibu itu cukup sportif, berani mengakui kesalahan yang dibuatnya. Ia pun kembali menjelaskan pada saya kalau ia mengira anak saya lah yang mengambil kunci motornya. Bolak-balik mencari, panik, karena kunci yang hilang itu bukan saja kunci motor tetapi disatukan dengan kunci rumah.
Oh ya, sebelum permintaan maaf itu, ibu itu sempat bertandang kerumah saya, bertanya pada anak saya “Maza tadi main-main depan rumah Bude, lihat kunci nggak ?” tanyanya halus. Kebetulan yang menemuinya ketika itu adalah putri dan suami saya, tapi saya dengar dengan jelas apa saja yang dibicarakan ibu itu. Bidadari kecil saya menggeleng seraya berkata “nggak”, dibantu oleh pertanyaan suami saya juga. Maklum, anak saya masih loading karena baru saja bangun tidur, dan terjaga karena suara ketukan pintu yang cukup keras.
Beberapa pertanyaan kembali diajukan seperti membutuhkan keyakinan bahwa anak saya benar-benar tidak mengambilnya. Akhirnya ibu itu pun pasrah setelah tidak mendapatkan jawaban pasti dari putri kecil saya. Dalam fikirannya pasti masih berkecamuk siapa yang mengambil kunci itu ditengah keputus-asaannya mencari diseluruh ruangan, katanya… hehe…
Saya melupakan kejadian itu, sampai waktu ibu itu meminta maaf ketika saya sedang membeli sayur. Memang awalnya saya merasa tidak nyaman atas prasangka ibu itu pada anak saya, karena saya tahu anak saya seperti apa. Ia bukan type anak yang mudah sekali gratil pada barang milik orang lain, walau dia begitu menginginkan barang itu. Apalagi hanya sekedar kunci, apalah nikmatnya memainkan kunci diusianya yang sudah menginjak 3 tahun. Tragedi kehilangan itu terjadi usai sholat subuh, ketika itu anak saya jalan pagi bersama ibu tetangga depan rumah, dan kebetulan melewati rumah ibu pemilik kunci itu. Kalau difikir-fikir, aneh juga, hanya sekedar lewat, jalan kaki, sambil senam ringan, lah kok bisa-bisanya terfikir anak-anak seusia itu mengambil kunci yang berukuran kecil, bahkan mungkin ngeh saja tidak kalau kunci itu masih nyantol di motor. Kalaupun si kecil saya itu menemukan sesuatu yang cukup penting, biasanya ia akan langsung bertanya pada orang-orang yang ia kenal dekat, itu milik siapa. Tapi ada kecualinya, putri saya akan sangat minat pada barang-barang milik saya, ibu nya, untuk dibawa kemana-mana, sampai hal kecil seperti kunci itu, hehe….
Dari kejadian itu saya menganalisa, kenapa ya begitu mudahnya orang dewasa berprasangka pada anak-anak ? apakah karena anak-anak dianggap orang yang masih polos, belum banyak mengerti tentang hidup, jadi begitu mudahnya mengkambing-hitamkan masalah pada anak-anak. Syukur alhamdulillah bila orang dewasa itu mau segera meluruskan kesalahannya dengan meminta maaf, walaupun hanya pada seorang anak kecil. Anak kecil, walaupun ia begitu terlihat lugu, tapi ia juga punya hati, ia punya akal walau belum bisa mencerna terlalu dalam. Namun dengan akalnya itu, justru bisa mempengaruhi ke perkembangannya kelak ketika ia dewasa. Perkembangannya akan baik jika nilai-nilai yang diberikan itu positif. Dan sebaliknya, akan negatif jika nilai-nilai yang diberikannya pun juga negatif. Dan itu akan tersimpan rapi di fikiran bawah sadarnya atas segala perlakuan yang diterimanya sejak ia masih dalam masa keemasan, the golden age. Tuduhan, membuat seorang anak merasa terpojok, walaupun ia belum benar-benar mengerti, namun ia bisa dengan jelas membaca mimik wajah dari orang yang bercakap-cakap dengannya. Menuduh, kalau masih dilakukan dengan cara yang halus, tidak secara langsung membuat harga diri anak jatuh, apalagi bila setelah tuduhan itu diiringi dengan permintaan maaf bila tidak terbukti. Walau memang saya sebagai orangtuanya sempat dibuat masygul dengan pertanyaan dan pernyataan halus si ibu yang terkesan menuduh.
Saat permintaan maaf itu, saya sudah lebih dulu tahu tentang sudah ditemukannya kunci itu. Tebak, ada dimanakah kunci itu ? Hm, dibawah monitor PC nya. Informasinya dari tetangga depan yang mengajak anak saya jalan pagi. Ternyata si ibu itu pun sampai menghubungi tetangga depan saya lewat telpon ketika beliau ada dikantor, masih tetap mengira bahwa anak saya yang iseng mengambil kunci. Ya Allah, sebegitunya-kah prasangkanya terhadap anak saya. Saya fikir, masih untung itu terjadi pada keluarga saya, coba kalau itu terjadi pada keluarga lain, kira-kira apa ya yang akan terjadi kelanjutannya, hehe… saya tidak mau berfikir kesana ah…
Walaupun saya sempat merasa aneh juga, katanya sudah mencari keseluruh ruangan, tapi kok, tahu-tahu itu kunci ada di bawah monitornya. Berarti bisa jadi ia memang belum mencari keseluruh ruangan. Mungkin karena panik. Kebetulan anak saya lewat pagi itu, jadi kayanya menurut si ibu sah-sah saja mengira anak sekecil itu memainkan kunci miliknya.
Ya sudahlah, sudah lewat, saya ambil saja pelajaran itu, bahwa saya memang harus lebih baik lagi mendidik anak saya, agar tidak sampai mengambil barang yang bukan hak nya. Alhamdulillah bukan anak saya yang mengambilnya, coba kalau benar anak saya, wah, akan semakin panjang cerita ‘kunci yang hilang ‘itu, bahkan bisa berkembang menjadi gosip. Kalau ia sudah merasa bersalah karena telah salah sangka, itu lebih baik, dan masalah selesai. Biar saja ibu itu mengambil hikmahnya sendiri, walaupun saya sempat gatal ingin menjelaskan kalau bidadari cantik saya bukan type anak yang seperti itu. Tapi, ya sudahlah….. namanya juga bertetangga, harus sabar dan hati-hati dalam bersikap, walau kita berada dalam posisi yang benar.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yang copas tulisan di blog saya, mohon sertakan link ya....thx...