SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA, UNTAIAN SEDERHANA NAMUN SARAT MAKNA

Kamis, 03 Januari 2013

MITOS ? ? ?



Seorang ibu berbisik pada ibu disebelahnya.
 “Itu kan seharusnya nggak boleh ya? Jemur pakaian bayi malam-malam!”

Saya senyum-senyum sendiri mendengarnya, ditambah lagi kalimat, 

“ Kata orang jawa..bla..bla..bla…”


Sebegitu ketatnya kah peraturan orang jawa itu ? Atau hanya sekedar mitos belaka ? Ah, saya sebenarnya paling malas ngeladenin kalimat seperti itu, disamping saya bukan penganut mitos - mitos jawa, saya juga punya keyakinan, bahwa hal-hal seperti itu (menjemur pakaian bayi malam-malam) tidak bertentangan dengan syariat islam.

Bukan sekali dua kali saya dengar tentang hal-hal seperti itu, tapi kerap kali, sejak hijrah ke kota batik ini. Dulu, ketika hamil, banyak sekali pantangan yang justru datang dari lingkungan sekitar tempat saya tinggal, bukan dari mertua, apalagi suami.

Pernah ketika lagi bantu-bantu masak untuk acara hajatan tetangga, di sini disebutnya ‘rewang’, saya melihat ujung jari saya agak sedikit kotor terkena bumbu. Karena tidak ada lap, dan merasa kotorannya sedikit, jadilah saya lap tangan kotor itu di baju, eh ada yang lihat, langsung dibilang, “jangan di lap di baju mba, ora apik, kata orang jawa, nanti anaknya belang-belang loh…!” 


Weits, belang? Apa zebra ya? Atau kucing ? Itu yang terbayang dalam fikiran saya, hehe… Maksud mereka belang itu artinya si anak nanti akan punya tompel, tanda lahir dimana-mana.

 Lucu ya ? Hubungannya apa coba, kotoran bumbu masak di lap dibaju sama belang ? Aneh bin ajaib. Aku senyum saja, bukan senyum mengiyakan, tapi senyum karena fikiran ku melanglang buana tentang makna belang tadi, hehe…

Ada lagi, saat saya ketahuan merendam wadah rice cooker semalaman, lagi-lagi saya dinasehati untuk tidak merendam wadahnya dengan air, habis dipakai langsung dicuci, jangan direndam segala, nanti anaknya kenapa-kenapa, dsb, dst. 

Haduh, capek deh….!

Lagi, waktu awal pindahan rumah baru, ketika saya masih hamil tua, tanpa sengaja ditanam, tumbuh pohon pepaya di depan rumah, dan itu banyak yang komentar, katanya, ” Kok tanam pohon pepaya didepan rumah ? nanti anaknya cepat sakit loh!” lha dalah, segitunya…!

Terakhir kemarin, sambil nyuapi anak, saya bercengkrama dengan beberapa orang tetangga. Karena ada sedikit nasi yang tercecer di teras tetangga, saya merasa tidak enak, dan dipunguti lah satu-satu nasi itu, sambil mengibas-ngibaskan jari untuk membersihkan semuanya. Pakai jari, karena kalau nyapu ya nggak enak, lah wong mereka lagi pada duduk lengseran di lantai. 

Melihat perbuatan saya memunguti nasi, yang percaya mitos langsung memberi saya nasehat “Mbak, jangan gitu, kalau kata orang jawa, nanti kalau punya hutang nggak bisa nyaur ( bayar ) loh..!” yang lain menjawab, “wong mbak xx ( saya) nggak punya hutang kok…!” entah  itu sindiran atau bukan, saya, sih, cukup mengaminkan saja apa yang dia bilang, syukur-syukur hutang cicilan rumah malah bisa dilunasi dengan segera, hehe…

Sambil ucap istighfar dalam hati saya juga berdoa., ya Allah semoga tidak terjadi pada saya ! ( Kalau gini ketakutan apa nggak ya?! hehe…)

Saya yang terus mencoba bersikap cuek, dan berfikir pakai logika, selalu tetap risih mendengar nasehat yang nggak jelas menurut pandangan saya. Berkali pula saya berusaha menjelaskan dengan bahasa yang baik, bahwa, itu semua tidak berdasar, kalau memang benar terjadi, ambil positifnya saja, mungkin maksudnya kalau jemur malam-malam itu nanti masuk angin, kalau begini nanti begitu, dll. Tapi tetap saja tidak berpengaruh banyak, karena judulnya sudah yakin dengan ilmu turun temurun, tanpa disertai pemahaman agama yang baik, jadi ya, begitulah.

Maaf ya ibu-ibu yang baik, bukannya saya anak nakal yang tidak bisa dinasehati, tapi, ya ini lah salah satu hal yang tidak masuk akal dan tidak ada bukti ilmiahnya (dalil aqli dan naqli), jadi tanggapan saya ya hanya sekedar masuk kuping kanan keluar kuping kiri saja dalam menerima masukannya, jadi, sorry aja ya kalau itu semua tidak saya jalani. 

Kebetulan juga, walau orangtua saya berasal dari pulau Jawa, namun cukup lama mereka tinggal di Jakarta, berbaur dengan berbagai suku, etnis, dan, lama kelamaan kebiasaan seperti itu pun -percaya mitos- mulai mengikis. Kalau pun bilang tentang suatu mitos, itu juga diserahkan ke kita mau percaya atau tidak, biar kita berfikir sendiri ( kan anaknya pinter-pinter, ya, Bu? hehe…).

Mungkin mereka pun tidak sampai hati menularkan mitos-mitos tanpa dasar itu kepada anak-anaknya, karena zaman mereka hidup, kan, berbeda dengan zaman anak-anaknya. Mungkin semakin baik juga pemahaman mereka terhadap nilai-nilai agama, kalau hanya sekedar mitos, ah, lewat deh !

Saya ingat sebuah hadist,  “Aku bersama prasangka hamba Ku”

Lengkapnya :



أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ في نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً


"Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku akan mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus darinya. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepada-Nya satu hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan mendekat kepadanya satu depa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
 


Dan saya sangat meyakini, bahwa, benar bila Allah itu selalu mengikuti prasangka hamba Nya. Jadi, bila seseorang itu begitu percaya, begitu memegang teguh terhadap suatu hal - mitos -, maka Allah benar-benar akan menimpakan itu padanya, sehingga orang tersebut akan benar-benar semakin yakin bahwa yang di percayai-nya itu terbukti benar, cepat atau lambat..

Bicara masalah mitos tadi, membuka fikiran saya untuk menjelajahi diri sendiri, pernah kah saya sendiri memberlakukan mitos itu ?

Saya mulai mengingat-ingatnya, dan, astaghfirullah, yups, terkadang saya pun sedikit terpengaruh juga dengan mitos, ‘ kalau ada kupu-kupu datang ke rumah, berarti mau ada tamu’ hehe.

Walau keberhasilan itu juga tidak 100% benar, fifty-fifty, terkadang benar, terkadang salah. Berarti dari satu hal itu seharusnya tidak bisa diambil kesimpulan bahwa memang benar kupu-kupu datang itu menandakan akan ada tamu, karena prosentase kebenaran-nya tidak valid, tidak berada dinilai sempurna 100%.

Tidak bisa dibayangkan kalau sampai perlakuan kepercayaan pada mitos sudah merasuk menjadi mengimani (percaya yang sebenar-benarnya), justru nanti murka Allah akan datang karena sandarannya bukan takdir, tapi mitos.
Batal dong dua kalimat syahadat saya yang mengakui Allah sebagai Tuhan, dengan mengakui mitos tadi. Naudzubillahi min Dzalik! Namanya juga manusia, terkadang, lingkungan itu bisa sangat mempengaruhi diri kita ketika iman kita sedang lemah, dan kita tidak siap ilmu dalam menghadapi berbagai macam masukan,  terutama masukan yang seperti itu, jadinya, justru kita lah yang terbawa.

Walau saya berusaha untuk kekeuh tidak mempercayai semua mitos seperti itu, tapi tetap saja, di telinga, fikiran, masih kerap terbayang-bayang, takut-takut kalau suatu saat hal itu terjadi. Wah kalau sampai hal itu menaungi diri saya, saya hanya perlu iman, bersandar pada ketetapan Allah  saja,  

Kun Fayakun, bila sudah masanya terjadi, terjadilah ! Sambil mengingat yang tadi, kalau memang memang misalnya aku kesulitan bayar hutang, ya tetap positif thinking  saja, selama sudah berusaha maksimal, doa, dan tawakal, itu kan berarti memang sudah jalannya, bukan karena pengaruh membersihkan lantai dengan tangan (memunguti nasi jatuh satu per satu). 

Sulit juga memang menghindari pembicaraan yang sudah sangat umum tersebut, tapi bukan berarti sulit untuk tidak memercayainya. Justru kebanyakan sulitnya adalah untuk membuang jauh-jauh omongan semacam itu dalam fikiran, terus terbawa, apalagi bila pembicaraan yang menjurus kesitu kerap kali mampir bila sedang bercengkrama dengan bagian masyarakat yang mempercayainya.

Pernah juga saya ditolong dengan jawaban tetangga yang lain, entah itu menyindir atau tulus, dia bilang “orang mbak xxx(aku) bukan wong jowo kok…!”

Biarlah, apapun niatnya bicara, paling tidak, sedikit menyelamatkan saya dari nasehat seperti itu. Jurus jitunya lagi, kalau kira-kira sudah menyerempet kearah sana diawal kalimat pembuka, lebih baik, kabur…………!

Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yang copas tulisan di blog saya, mohon sertakan link ya....thx...