SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA, UNTAIAN SEDERHANA NAMUN SARAT MAKNA

Kamis, 06 Desember 2012

Teman Setelah Kematian Menjemput



Teringat status seorang teman di salah satu jejaring sosial yang masih booming hingga saat ini. Begini katanya :

“ Kalau usiaku nggak sampai 70 tahun, anak-anak sama siapa?”

“ Sama ayahnya dong..!” komentar pertama masuk.

“ Ayahnya ntar sama siapa ?” jawab si si pembuat status.

“ Ya, sama istrinya lah, neneknya mah ditinggal aja ! Hahaha…” kata penjawab pertama tadi.

“ Hah, sama istrinya dan neneknya ditinggal ? Wah, ternyata elo sudah jadi istri solehah ya? Subhanallah…” si pembuat status menutup komentar dengan pertanyaan sekaligus pernyataan, yang entah pujian jujur atau hanya sekedar iseng.

Saya ambil kejadian ini bukan tanpa maksud, namun, justru memiliki banyak sekali hikmah yang bisa di petik. Salah satunya adalah tentang kematian yang sudah pasti akan terjadi.


“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan“ (QS Ali Imran 185)





Dari ayat diatas, sudah sangat jelas, bahwa kematian adalah menjadi syarat wajib bagi yang hidup. Entah kapan ia menjemput kita, bisa di usia dini (bayi), remaja, maupun di usia saat tubuh kita benar-benar ringkih (tua). Tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah saja, dan itu semua sudah tertulis di lauhul mahfuz. Kita sebagai manusia hanya bisa menerima semua ketentuan yang telah Allah gariskan, dan menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Saya, dan juga (mungkin) jutaan orang lainnya masih merasakan ketakutan akan datangnya hari kematian. Memikirkan, bagaimanakah kondisi kita saat meninggal kelak, apakah dalam keadaan baik, biasa saja atau mungkin dalam kondisi keimanan yang buruk (naudzubillah).

Tapi, sekedar memikirkan bukanlah hal yang baik. Karena sepertinya kita hanya berangan-angan kosong saja tanpa ada hal yang menindaklanjuti ketakutan tersebut. Kita belajar untuk lebih percaya diri dalam pertemuan dengan-Nya kelak dan siap dalam menerima segala ketentuan Allah.

Ketika ajal kita telah menjemput, sungguh, semua akan tinggalkan. Suami/istri, anak, saudara, kerabat, teman-teman, bahkan harta kita. Semua akan pergi. Menurut Rasulullah, yang masih bersama kita hanya 3 hal, yaitu : ilmu yang bermanfaat, doa anak yang sholih, dan amal jariyah.

Ilmu yang bermanfaat terlahir dari ilmu yang kita miliki, apa saja, yang kemudian kita berikan kembali kepada orang lain agar mereka juga memiliki ilmu seperti yang kita miliki, yang kelak ilmu tersebut akan semakin menyebar ke semua orang. Dan itu lah yang menjadi amal baik kita, penolong kita.

Doa anak yang sholih. Mendidik anak merupakan kewajiban orang tua yang nilainya akan sangat besar di sisi Allah. Salah satu konsep islam dalam mendidik anak adalah menjadikan anak kita menjadi anak yang tidak sekedar cerdas, pintar, dan keuntungan duniawi lainnya. Namun, visi utamanya adalah menjadikan anak kita menjadi anak yang sholih. Bagaimana pun caranya, orangtua sudah seharusnya mengarahkan segala visi misi pendidikan untuk anaknya dengan tujuan itu. Karena, kelak jika orang tua telah tiada, doa anak-anaklah yang akan menemaninya di alam kubur, menenangkan dan membahagiakan mereka sendiri. Mungkin, saat di dunia, orang tua merasakan kepayahan , juga kelelahan. Tapi, nanti, saat ajal sudah menjemput, kelelahan itu justru menjadi kemanisan yang tiada tara.

Amal jariyah. Poin ke-tiga ini yang paling sering disebut-sebut, setelah salah satu ustadz yang menggolkan ‘sedekah’ sebagai solusi utama permasalahan kehidupan. Banyak orang sudah mulai melek dengan amal atau shodaqoh jariyah yang jika kita mengeluarkannya, maka akan diganti oleh Allah hingga berkali lipat atau dimudahkannya urusan dunianya. Padahal, tidak hanya itu, sedekah jariyah tersebut, kelak juga bisa menolong kita saat kehidupan dunia sudah kita tinggalkan.
Dari tiga poin diatas, mereka mengalir laksana royalty buat kita, tidak pernah putus. Jika kita membuka satu poin saja dengan bukaan yang cukup besar, maka alirannya kelak akan sangat lancar. Apalagi jika tiga hal tersebut mampu dijalani dengan porsi seimbang dan dalam takaran yang banyak. Insyaallah, teman kita di ‘sana’ nanti juga sangat banyak.

Biarlah suami menikah lagi, toh, mereka masih memiliki kehidupan dunia dengan segala keindahannya. Atau, anak kita. Biar mereka bersama orang-orang yang juga mencintai mereka. Yang terpenting dari ketiga hal diatas adalah persiapan kita sendiri dalam perbekalan. Ketika sudah di alam kubur, tidak akan ada lagi pertanyaan, bagaimana anak kita, suami kita, harta kita. Tapi, bagaimanakah kita ?

Jadi, hemat saya, dari pada sibuk memikirkan bagaimana kondisi orang-orang yang telah kita tinggalkan nanti, lebih baik sibuk menyiapkan diri menjadi lebih baik, dengan banyak ber-amal jariyah, membagikan ilmu (jangan pelit), juga menyiapkan anak-anak kita menjadi anak-anak yang sholih.

Memang tidak mudah, butuh waktu yang panjang, dukungan yang kuat, dan fisik yang terjaga. Surga itu mahal. Hanya mampu terbeli oleh orang-orang pilihan yang mau bekerja keras di dunianya untuk kepentingan akhirat.

Dan, yang menjadi titik utama dalam menyiapkan segala bekal menuju hari yang abadi adalh ‘ikhlas’. Karena tanpa keikhlasan semua usaha kita, amalan kita, menjadi sia-sia, kosong tak bernilai. Sudah lelah, buang-buang tenaga, fikiran, dan finansial, kok tidak memperoleh apa pun kecuali kelelahan itu.

Semoga dari tulisan ini bisa menjadi renungan buat saya pribadi, Alhamdulillah jika orang lain turut tercerahkan.

Wallahu a’lam bishowab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yang copas tulisan di blog saya, mohon sertakan link ya....thx...