SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA, UNTAIAN SEDERHANA NAMUN SARAT MAKNA

Rabu, 10 November 2010

Antara Gengsi Dan Sok Tahu



Hm…membaca dan mendengar judul diatas seakan membuat kita tertawa geli. Memang menyebalkan bila bertemu dengan sosok seperti itu. Tidak perlu jauh-jauh memandang semut yang jauh, tapi pandanglah diri kita yang kerap kali bertingkah seperti itu. Pola sok tahu seperti itu bisa terjangkiti diseluruh aspek kehidupan kita. Apa sih sok tahu itu? Sok itu berarti sombong, merasa lebih dari orang lain. Jadi, sok tahu berarti merasa kita lebih tahu dari oranglain, minimal kita tahu-lah. Bagusnya orang ‘sok tahu’ ini, bila berada diantara orang – orang yang belum atau tidak tahu apa-apa. Jadi terkesan cerdas, pintar dan berilmu. Padahal, menyesatkan lewat pembentukan opini.
Namun, terlihat sangat konyolnya, bila si ‘sok tahu’ ini berhadapan dengan orang yang memang lebih tahu dan berilmu dari sumber rujukan yang otentik. Terkadang, yang melahirkan perilaku sok tahu itu biasanya berasal dari dengar-dengar, dengar dari opini masyarakat di TV, di radio, atau dengar dari si A, si B, yang rujukan si pembicara tersebut belum jelas. Atau kalaupun dari hasil membaca, yang dibaca pun lagi-lagi sebuah opini, bukan bukti ilmiah atas suatu hal tertentu. Jadi, lebih baik, tidak perlu kita mengungkap suatu hal yang belum tentu jelas rujukannya. Kalaupun kita hanya tahu sedikit, bilang saja dari awal, “setahu saya begini dan begitu namun pastinya belum jelas, referensi lain belum saya dapatkan…”. Selesai. Si lawan bicara pun akan menghargai dan berusaha menjelaskan bila memang si penyimak belum tahu. Bukan dengan melontarkan pernyataan yang malah membuat orang lain tersenyum didalam hati atas ke ‘sok tahuan’ si penyimak ini. Di sisi lain, si penyimak berupaya menambah referensi keilmuan dari yang sumber yang valid, jadi di lain waktu, tidak ada istilah sok tahu bertengger di fikiran oranglain. Sekali dua kali, masih bisa dimaklumi akan terjangkitnya penyakit ini, namun bila seringkali, rasanya memang serta merta cap itu ada pada fikiran oranglain. Parahnya lagi, sikap sok tahu ini biasanya dekat sekali dengan karakter gengsi. Gengsi untuk tidak dianggap tidak tahu, gengsi untuk tidak mau dianggap bodoh, dan lain-lain, jadi bicara-lah dia sebisanya, sesuai kadar ketidaktahuannya.
Sombong
Seringkali kita terperanjat terhadap ayat atau hadits yang berkaitan dengan sombong. Makna sombong bisa diartikan bermacam-macam, sesuai dengan kapasitas keilmuan kita. Secara umum dalam masyarakat, sombong dianalogikan dengan pamer kekayaan atau hal lain yang sifatnya materi. Padahal sombong itu banyak cabangnya. Bahkan rasa gengsi yang kerapkali muncul dalam jiwa manusia itu juga bisa dikategorikan sombong, merasa dirinya lebih tinggi derajatnya. Gengsi untuk mengakui ketidaktahuan dirinya, jadi bersikap seakan-akan tahu, menjadi ‘sok tahu’. Gengsi untuk mengakui kesalahannya, merasa dirinya yang benar. Gengsi untuk memberi atau meminta maaf, dan gengsi-gengsi lainnya. Padahal di bumi Allah lah kita hidup, kenapa masih kerap kali kesombongan itu mengitari diri kita. Padahal sang Pemilik bumi pun tidak menyombongkan ke-Aku-an Nya walaupun memang Dia ber-hak untuk sombong. Lebih pada penggunaan kata kami untuk mengingatkan seluruh manusia. Contohnya, QS.Yusuf ayat 2, “sesunggguhnya ‘Kami’ menurunkannya berupa Al Qur’an, dst”. Qs.Albaqoroh;39 berisi,---,dan mendustakan ayat-ayat ‘kami’,---, jelas sekali bahwa Dia tetap menyertakan perantaraan malaikat dan rasul-rasulnya dengan kata Kami bukan Aku.
Belajar
Ada hadits “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat” dan “Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu”. Sebenarnya masih banyak ayat-ayat al qur’an dan hadits tentang ilmu, manfaat belajar, yang bisa dijadikan referensi untuk dikaji kembali. Subhanallah, menuntut ilmu dari buaian, dari bayi kita sudah dianjurkan untuk belajar, untuk menggali ilmu, hanya caranya saja yang berbeda untuk pencapaian ilmu tersebut. Pun sampai liang lahat, berarti, selama proses perjalanan hidup kita, ilmu akan terus berkembang, dan wajib untuk dipelajari sampai kematian menghampiri kita. Dan tentang tingginya derajat orang-orang yang berilmu, juga tidak bisa kita pungkiri. Karena itu real. Terjadi dalam kehidupan kita, di bumi bagian manapun kita berpijak. Derajat tersebut, minimal adalah kemuliaan. Kemuliaan orang berilmu. Katakan secara jujur, diawal pertemuan, apakah kita merasa lebih sungkan atau lebih menghargai orang yang kita tahu memiliki gelar kesarjanaannya lebih tinggi dari kita? Pasti Ya jawabannya. Atau kalaupun gelar tersebut sama dengan kita, namun tingkat keilmuan mereka lebih dari pada kita, adakah rasa hormat padanya, walaupun sedikit? Pasti ya jawabannya. Tidak bisa dipungkiri! Itu bukti konkrit diangkatnya derajat orang yang ber-ilmu. Sunatullah yang terjadi dalam realitas kehidupan ini. walaupun misalnya si penuntut ilmu hanya sekedar mencari gelar untuk kebanggaan saja, namun tetap, dalam hubungan antar manusia, Allah berikan karunia kemuliaan tersebut. Bukan dalam hubungan dengan sang khalik. Sudah sepantasnya mencari ilmu dan menjadi manusia pembelajar ada dalam diri setiap muslim yang ditugaskan sebagai khalifatul fill ardhi. Mencari ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat, hanya untuk mencari ridha Allah, untuk kemaslahatan diri dan lingkungannya. Yang jangka panjangnya untuk pahala yang terus mengalir walau kita telah sampai dialam kubur, dengan pangamalan ilmunya. So, daripada kita menjadi orang pintar diantara orang-orang bodoh, lebih baik menjadi orang bodoh diantara orang-orang pintar. Dengan begitu kita akan terus terpacu menjadi lebih baik lagi. Karena lingkungan benar-benar sangat mempengaruhi bagaimana cara kita memandang dunia, memandang ilmu, dan bagaimana cara kita memandang kesuksesan.
Hubungan antara sombong, gengsi dan sok tahu sangat dekat. Lucunya, banyak orang menutupi karakter-karakter tersebut dengan banyak alasan yang kadang terkesan dibuat-buat. Banyak orang yang seakan-akan merasa lebih dari oranglain akhirnya menjadi sombong untuk mendengar, merasa gengsi untuk menerima kenyataan dirinya dan menjadi sok tahu atas segala sesuatu dengan menebak-nebak hal tersebut sesuai kapasitas ilmunya. Malu rasanya bila jawaban-jawaban kita justru membuat pihak lain yang mendengar malah berbalik menertawakan kita, walau dalam hati. Ironis sekali, bila para khalifah dan juru dakwah ini malah terkesan sok tahu dalam konteks hidup bermasyarakat. Kita sebagai khalifah di muka bumi ini, harus senantiasa berusaha untuk terus introspeksi atas kekurangan diri kita, untuk terus belajar menambah khasanah keilmuan kita, dan terus berusaha meningkatkan kemampuan kita untuk kemaslahatan diri dan lingkungan kita. Tidak akan pernah sia-sia segala pengorbanan kita untuk bisa menjadi lebih baik dikemudian hari. Caranya, belajar dan terus belajar. Tanyakan pada diri kita, sudah layakkah Allah menaikkan derajat diri kita bersama orang-orang yang berilmu? Atau malah Allah menurunkan derajat kita menjadi orang-orang yang sok tahu?!Wallahu a’alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yang copas tulisan di blog saya, mohon sertakan link ya....thx...